~~LANGIT ABU –
ABU~~
OLEH
: MUNIFATUZ ZAHROH
P
|
agi yang
cerah menutup malam gemerlap kota tua itu . Gemericik air yang jatuh dari atap
balkon dirumah yang telah lama tak terurus menjadi senandung melodi yang
semakin menambah engker sebuah rumah yang tak kalah tuanya dengan umur kota itu
.
Gio . Seorang hantu yang telah lama menghuni rumah itu sejak
peristiwa kematiannya , kini telah
terbiasa dengan suasana yang tidak lagi membuatnya terganggu . Namun pagi ini ,
tak seperti biasanya , sebuah mobil aneh bertuliskan "WASH HOUSE "
dan mobil mewah yang mengikuti dibelakangnya berhenti tepat dipekarangan rumah
Gio .
"Cepat ! Aku ingin rumah ini bersih dalam waktu dua hari
!!!" Teriak seorang lelaki gemuk yang berumur paruh baya dengan suara
lantang . Gio tidak tahu apa yang sedang terjadi di rumahnya . Belasan orang memasuki
rumahnya begitu saja dan mengambil semua benda yang ada . Gio hanya bisa diam .
Keesokan harinya , ia menatap sekeliling rumahnya , dari mulai
dapur , hingga ruang tamu yang dahulu tidak pantas disebut sebagai rumah
(saking kotornya) . Ia menemukan rumahnya yang telah bersih dari kotoran dan
debu yang menggumpal seperti biasanya . Orang – orang itu mengganti semua
perabotan di rumahnya , bahkan lemari dan ranjang yang biasa ia tiduri . Ia
jadi kesal sendiri .
"Apa yang mereka lakukan pada rumahku ???" Teriaknya
keras . Namun sial , tak seorangpun yang mendengarnya . Sampai datang sebuah
mobil yang berhenti didepan rumahnya . Beberapa orang turun dan membawa barang
– barang kedalam rumah itu . Gio ingin marah dan memperlihatkan dirinya dalam
bentuk yang menyeramkan untuk memberi mereka pelajaran atas apa yang telah mereka
lakukan pada rumahnya . Namun langkahnya terhenti ketika melihat seorang gadis
remaja yang berusia tidak jauh dari umurnya saat meninggal dahulu .
"Inikah rumah kita yang sekarang , Ayah ?" Tanya gadis
berumur 16 tahun itu pada seorang lelaki paruh baya yang baru turun dari jok
supir di mobil yang mereka naiki .
"Benar , sayang . Tidak buruk'kan ?" Jawaban sekaligus
pertanyaan ayahnya membuat gadis itu mengangguk tak bersuara .
"Setelah ini bereskan kamarmu dan kita akan segera makan
siang." Kata ayahnya lagi sebelum meninggalkan putrinya yang masih sibuk
memperhatikan rumah barunya .
Disaat yang sama Gio yang masih
mengintip dari balik tirai jendela ruang tamu mulai menyadari bahwa akan ada manusia yang akan menghuni rumah itu ,
tepatnya rumah Gio . Sesegera mungkin ia membuat dirinya tidak terlihat agar
tak mengejutkan wanita yang telah membuatnya takjub dalam waktu kurang dari
satu menit itu .
Dikamar
yang tak terlalu besar itu Gina –wanita remaja itu- meletakkan barang –
barangnya . Setelah membereskan kamarnya , Gina bersiap untuk menemui ayahnya
di ruang makan . Dan datanglah Gio yang mengamati bekas kamarnya itu sendirian
.
"Hmmm,
wanita itu rapi juga , aku fikir wanita zaman sekarang bisanya hanya mengotori
dan membuat berantakan kamarnya saja ." Sedikit rasa simpati membekuk
hatinya . "Tapi tetap saja , mereka telah menempati rumahku , dan terutama
kamarku ! Dan aku akan segera membuat mereka pergi dari sini . Lihat saja nanti
!" Gumam Gio pada dirinya sendiri .
Tiba
– tiba seekor kucing mengeong dari arah belakangnya dan mengagetkannya .
"Kucing
!" Pekiknya dalam hati . Tiba – tiba fikirannya melayang dan terdampar
pada kenangannya bersama Rena 35 tahun lalu . Rena sangat menyukai kucing , itu
yang membuatnya bersabar dan berpura – pura tetap tersenyum saat memberikan
seekor kucing sebagai hadiah ulang tahun Rena 38 tahun lalu walaupun ia tahu
bahwa sebenarnya sehelai bulu kucing saja dapat membuatnya batuk berminggu –
minggu . Namun baginya , apalah arti alergiya daripada seutas seyum yang akan
melintang di bibir Rena nanti .
"Kucing
ini sangat mirip dengan REGINA–nama kucing yang pernah ia berikan pada Rena-
dan kamu bisa melihatku ." Ungkap Gio sambil mengelus kepala kucing itu
yang mulai menggesek – gesekkan leher dan kepalanya dengan manja di kaki Gio
seolah mengerti apa yang tengah dirasakan Gio saat itu . Namun semua itu
terhenti saat Gina kembali ke kamarnya .
"Regita
, ternyata kamu disini . Ayo kita makan ! Semangkuk sereal telah menunggumu .
Aku yakin kamu sudah lapar ." Ucap Gina manja sambil menggendong kucingnya
menuju ruang makan . Sontak Gio kaget mendengar nama kucing itu yang ternyata
memiliki nama yang tak jauh berbeda dengan masalalunya . Seketika itu juga
pikirannya melambung pada masa lalunya , disaat ia dengan bodohnya mengakhiri
hidupnya dikamar tidurnya sendiri . Ia pun melayang mendekati atap kamarnya .
Masih terlihat sisa – sisa kain tempat ia menggantungkan lehernya dahulu , yang
menyebabkan ia arus meninggalkan semua orang yang sangat dicintainya . Bahkan
ibu dan sahabatnya yang tiba – tiba menjadi gila karenanya .
"Bodohnya
aku !" ungkap Gio , menyesali perbuatannya dahulu . Hingga kini , walaupun
peristiwa itu telah lama ditinggalkannya , tepatnya lebih dari 35 tahun , namun
ia masih belum bisa melupakannya atau sekedar memaafkan dirinya sendiri .
Malam
hari yang sunyi Gio keluar dari tempat persembunyiannya , yaitu sebuah gudang
bawah tanah , satu – satunya ruangan yang tersusun rapi dan belum terjamah oleh
siapapun sebelum Gina dan ayahnya
menempati rumah itu . Dimalam hari Gio tidak bisa membuat dirinya transparan
atau tidak terlihat , namun disaat itulah ia bisa terbang dan berjalan
kemanapun yang ia mau tanpa dihalangi oleh matahari yang bisa dengan mudah
membuat ia kepanasan bahkan terbakar . Seperti biasanya , setiap malam Gio
terbang mengelilingi kota dan menyusuri setiap rumah untuk mencari Rena yang
telah lama hilang . Sepanjang kematiannya ia tidak juga bisa menemukannya . Ia
tidak pernah tahu kemana sebenarnya Rena pergi sejak ia meninggalkannya di
taman 12 tahun lalu , tepatnya setahun sebelum hari kematiannya .
Ini
adalah rumah yang entah kesekian ribu yang ada entah di kota yang keberapa
pula yang ia kunjungi . Setelah ini ,
jika ia tidak juga menemukan Rena , ia akan mencarinya ke kota lain . Selama
ini ia tidak berani mencarinya di kota yang sangat jauh karena ia akan segera
terbakar jika terkena cahaya matahari dengan intensitas yang cukup banyak .
Namun
sial , dirumah yang terakhir di kota itu ia tetap tidak menemukan Rena .
"Aku
yakin akan menemukanmu , Rena . Dan aku harus menemukanmu ." Sumpahnya
dalam hati . Ia hanya bisa memotivasi dirinya sendiri disaat semangatnya mulai
kendur .
Dan
lagi - lagi iapun harus kembali dengan tangan hampa . Ia masuk melalui jendela
kamar Gina yang terbuka , dan menuju ruang bawah tanah .
Keesokan harinya …..
"Ayah , apakah hari ini ayah akan mengantarku ke sekolah
baruku ?" Tanya Gina pada ayahnya yang sedang sibuk membolak balik
beberapa buku tebal dan mencatat beberapa hal penting didalamnya .
"Ayah sedang sibuk , Gina ." Jawab ayahnya tanpa
menoleh kearahnya sedikitpun .
"Tapi hari ini adalah hari pertamaku disekolah baruku ,
yah ." Pinta Gina sekali lagi dengan nada manja dan wajah memelas .
Ayahnya diam sejenak dan menghentikan pekerjaannya seraya
menghampiri Gina yang belum juga menyentuh sarapannya . "Sayang , kamu
'kan tahu kenapa kita pindah ke sini ? Agar ayah tidak perlu jauh – jauh dari
tempat kerja ayah . Dan itu semua demi kamu, ayah harap kamu bias mengerti
dengan posisi ayah sekarang ."
Gina masih diam , suasana rumah itu kembali hening . Tak jauh
dari tempat mereka berdiri , Gio menyaksikan kisah yang tak menyenangkan itu .
Namun ia tidak melakukan apapun selain diam .
Sesaat setelah Gina pergi sekolah , ayahnyapun ikut pergi
entah kemana dengan mobil jeepnya .
"Hmmm , aku fikir dengan datangnya anak manusia akan
membuat rumah ini ramai , ternyata tak ada bedanya dengan rumah – rumah lain ,
bahkan mungkin ini adalah potret keluarga paling bahagia didunia di zaman ini .
PAYAH !!!" Gerutunya seorang diri . Tiba – tiba ia melihat pintu kamar Gina
yang sedikit terbuka . Iapun tertarik memasukinya . Di kamar itu ia memandang
setiap sudutnya dengan seksama . Melihat kamarnya yang suda 100% berubah ,
dengan cepat emosi menguasainya . Tiba – tiba terbersit dihatinya untuk
memporak porandakan kamar itu , dan saat tangannya mulai menghantamkan meja
belajar Gina dengan kursi , tiba – tiba tangannya terhenti . Matanya tertuju
pada sebuah buku yang sepertinya tak asing dimatanya . Sekejap ia menghentikan
kegiatannya untuk menghancurkan kamar Gina . Emosi yang tadinya hampir
menguasai seluruh isi kepalanya sirna seketika . Tak terasa air mata mulai
menetes dari tepi kelopak matanya , namun dengan cepat tangnnya segera
menghapus .
"Buku ini . " Ia mencoba menggenggam buku itu .
Sebuah buku tua yang pernah ia bacakan pada kekasihnya , Rena . Namun sial ,
Tubuhnya yang hanya tinggal bayangan saat itu tidak berhasil memegangnya . Ia
gagal memastikan apakah buku itu adalah buku yang sama atau tidak . Namun ia
melihat sebuah sobekan di sampul depan buku itu , sobekan yang sama yang ada
pada buku miliknya yang pernah dirobek oleh Regina , kucing Renata . Ia yakin
bahwa itu adalah buku yang sama . Dengan semangat ia menunggu Gina untuk pulang
hingga ia tertidur diatas tempat tidur Gina yang empuk .
Malam hari , tepat pukul 11 malam Gina baru pulang , namun ia
tidak menemukan ayahnya di rumah itu .
"Mungkin ayah masih sibuk dengan pekerjaannya di kantor
." Fikir gadis itu . Dengan lemas ia menuju kamarnya yang gelap karena ia
enggan membawa badannya yang terlanjur kelelahan untuk sekedar menghidupkan
lampu kamarnya . Ia langsung membanting tubuhnya diatas tempat tidur . Namun
Gio yang masih nyenyak dengan tidurnya yang hanya berjarak satu jengkal dari
tempat Rina tidur belum menyadari bahwa dirinya masih ada di sana dan telah
berubah menjadi terlihat oleh siapapun yang ada disekitarnya .
Gina merasakan ada sesuatu yang mengganjal ditempat tidurnya ,
ia merasakan tangannya sedang menyantuh sesuatu yang lembut dan dingin .
Perlahan bulu kuduknya mulai berdiri , dengan gemetar iapun menghidupkan lampu
. TAK . Lampupun menyala . Ia hampir setengah berteriak melihat seorang pria
yang tengah tidur diatas ranjangnya . Gio . Ia ingi menahan suaranya , namun ia
tetap tidak mampu menguasai dirinya , dan akhirnya…
"Aaa…aaa…aaa…aaa…aaa…aaa…aaa…aaa…aaa…aaa……."
Teriakan selama 38 detik itu cukup membuat Gio tak kalah terkejut sehingga
membangunkannya dan membuatnya ikut berteriak . Namun teriakan keduanya berhenti
dengan hardikan Gina yang tak kalah garang .
"Siapa kamu ?" Tanya Gina dengan wajah tegang sambil
memegang pemukul baseball yang siap menghantam Gio jika berbuat sesuatu yang
buruk terhadap dirinya . Ia memperhatikan wajah Gio . Lembut , ada sedikit
senyum diantara rasa takut yang menghiasi wajah Gio . Membuat rasa takut Gina
sedikit berkurang . "Tampan sekali pria ini ." Gumam Gina dalam hati
. "Tapi siapa dia ?" Kalimat tanya terus menerus memenuhi kepala Gina
"Tolong jangan lakukan itu , kamu hanya akan membuang –
buang tenagamu saja , aku akan menceritakan semuanya padamu jika kamu
menurunkan tongkat itu dan kita akan bicara baik – baik . " Bujuk Gio
dengan sedikit memelas .
Perlahan Ginapun menurunkan pemukul baseball dari tangannya .
Gio duduk di tepi ranjang , sementara Gina duduk di atas kursi belajarnya
bersama tongkat pemukul baseball yang tak ingin jauh darinya . Setelah suasana
agak tenang Giopun memulai pembicaraannya .
"Perkenalkan , aku Gio !" Tutur Gio seraya
mengulurkan tangannya . Gina mencoba meraih tangan Gio dengan secerca keraguan
. Dingin . "Aku adalah penghuni rumah ini tepat sebelum kamu menempatinya
sejak 18 tahun lalu ." Jelas Gio hati – hati untuk memulai percakapan .
Namun sial ! Percakapan itu menjadi pembuka sekaligus penutup .
"Jadi kamu … kamu… hantu yang dibicarakan oleh penduduk
sekitar itu ?" Tanya Gina memastikan . Gio hanya mengangguk dengan sedikit
rasa takut dan ragu . Dan BLEK . Hal yang terjadi setelah itu tak jauh dari
bayangan yang lebih dulu telah memenuhi kepala Gio . Gina pingsan ditempat .
Gio langsung panik dan kepanikannya semakin menjadi saat tiba
– tiba terdengar suara pintu yang terbuka dari arah ruang tamu . Gio hampir
meraih tangan Gina untuk mencoba mengangkatnya ke atas ranjang . Namun sial ! Ayah
Gina sudah hampir selangkah lagi memasuki kamar Gina . Karena takut membuat
keributan , dengan cepat Gio terbang keluar dari jendela kamar Gina dan
menghilang bersama angin .
Keesokan harinya , di ruang makan ….
"Apa sekolahmu menyenangkan , Gina ?" Tanya ayah
Gina yang baru ingat bahwa tadi malam telah terjadi sesuatu yang aneh pada
putrinya saat ia menemukan Gina tidur diatas lantai kamarnya .
"Tidak buruk . Hingga seminggu ini Gina berhasil mempuyai
satu orang teman ." Jawab Gina denga sedikit tersenyum sembari mengoleskan
selai rotinya.
"Tapi , kenapa tadi malam kamu tidur dengan seragam
sekolah ?" Namun pertanyaan yang satu ini cukup membuat senyum Gina
memudar . Ayah Gina dengan cepat menangkap perubaha itu , namu Gina lebih cepat
mengalihkanya .
"Iya , Yah , tadi malam Gina kecapean , kirain udah
sampai di ranjang rupanya masih di lantai, hehehe." Jawaban yang amat
tidak masuk akalpun keluar dari mulut seorang Gina . "Oh iya , udah telat
nich . Gia berangkat dulu ya , Yah ." Pamit Gina secepatnya sebelum kata –
kata apapun keluar dari mulut ayahnya . Awalnya ayahnya masih heran memikirka
anaknya itu , namun ia cepat melupakanya saat berada ditengah – tengah tumpuka
pekerjaan yang sejak tadi menantinya .
Dari kamar Gia , Gio masih sibuk bermain dengan Regita . Sejak
itu Gio dan Ginapun semakin akrab . Mereka mulai menjalin persahabatan yang
indah . Mereka melewati hari – hari dengan manis-pahit , gelap-terang dan
warna-warni persahabatan . Walaupun ada sedikit perbedaan rasa yang lebih
Gina duduk diatas tembok balkon kamarnya yang tingginya tidak
lebih dari 1 meter . Ia memandang langit yang penuh dengan bintang – bintang .
Indah sekali . Wajahya tampak gusar , dari matanya seperti ada yang akan tumpah
. Dadanya mulai sesak . namun ia mengalihkanya dengan mengayunkan kedua kakinya
.
"Ada yang ingin kamu luapkan ?" Tiba – tiba
seseorang telah duduk tepat disampingnya dan sukses memecah lamunannya .
"Gio , aku..aku…" kalimat Gina terputus dengan
desisan Gio .
"Ssssssttt… Janga bicara jika kamu tidak sanggup ."
Gina hanya menatap Gio , kelopak matanya kian pasrah dengan ringkuhan beban
yang lebih dahulu telah menyesaki dadanya . Gio semakin menangkap bahasa tubuh
Gina . "Menangislah , Gina ."
Tangis Ginapun tumpah di pundak Gio .
"Kenapa Tuhan begitu jahat padaku , Gio ? Kenapa Ia
kirimkan aku ayah seperti dia ? Aku tak ingin apapun . Biarlah Ia mengambil
ibuku yag sangat kusayangi , biarlah Ia megambil kekasihku yang sangat kucintai
lebih dari apapun , biarlah Ia menjauhkanku dari semua sahabat – sahabat yang
telah member warna pelagi dalam hidupku . Tapi jangan nenekku , Gio .
Cukup Ia dengan semua yang telah diambilnya bersama ayah yang telah lama
melupakanku . Cukup Ia yang telah membuat ayahku untuk selalu tidak punya waktu
da lupa untuk member kasih sayangnya padaku . Dia boleh ambil semuanya tapi
jangan nenekku , Gio . Jangan nenek ." Ungkap Gina sambil membiarkan air
matanya terus mengalir sesuka matanya .
Gio hanya diam membiarkan Gina meluapkan semua yang telah
pendamnya selama ini . Hatinya perih mendengar semua rintihan Gina . Malam itu
, untuk pertama kalinya Gio memendam rasa simpati kepada wanita lain selain
Rena . Tiba – tiba , jantungnya yang telah lama berhenti berdegup mulai
merasakan sesuatu yang berbeda . Seperti ada perasaan nyaman yang luar biasa .
Namun disisi lain , Gio uga merasakan segelintir resah yang terbalut dengan
kerinduan kepada seseorang . Rena . Ia berharap akan segera bertemu dengan Rena
.
Dan ketika Gina mulai tenang dari semua emosinya . Gina menatap
mata Gio , dalam sekali , seolah ia tak ingin jauh dari Gio . Dan ketika itu ,
untuk pertama kalinya pula ia merasakan hal yang berbeda dari yang pernah ia
rasakan . Bahkan kini hatinya mulai merasakan nyaman walau tanpa kekasihnya
yang telah lama mengkhianatinya dahulu .
Gio ikut menatap Gina serius , namun tiba – tiba pandangannya
tertuju pada sebuah liontin yang melingkar di leher Gina . Sesaat ia terpaku
aneh . Dan matanya mulai berkaca . Gina menangkap tatapan itu . Namun Gio
dengan cepat mengubah pandangannya . Ia mulai angkat bicara .
"Gina . Apa itu liontinmu ?" Tanya Gio hati – hati .
"Oh , iya . Ini adalah warisan turun temurun . Dulu ,
nenekku yang memberikannya pada ibuku , lalu ibuku memberikannya padaku ."
"Boleh aku melihatnya sebentar ?" Pinta Gio .
"Tentu !" Gina melepaskan liontinnya . Sesaat ia
terperangah menatap Gio yang dengan serius memperhatikan setiap sisi liontin
itu .
Tiba – tiba mata Gio yang tadinya berkaca – kaca meneteskan
embun dari sudut matanya . Gina yang heran mencoba untuk tetap mengamatinya dan
membiarkan Gio berbuat semaunya pada liontin itu . Namun ia semakin penasaran ,
hingga sesuatu terucap dari kedua bibirnya .
Ginapun mulai bertanya dengan penuh kehati – hatian , ia khawatir
akan merusak suasana hati Gio yang seakan mulai betah dengan sikapnya . "Mengapa
kamu menangis , Gio ? Apa Liontin itu ada hubungannya dengan Rena ?"
Gio hanya mengangguk dengan kepastian yang terpancar dari
matanya . Air matanya mulai membasahi pipinya . Gina yang mulai mengerti dan
mencoba memahami apa yang kini dirasakan oleh Gio mulai memutar otaknya .
keningnya berkerut pertanda ia tengah berfikir keras . Matanya metap teliti jam
yang melingkar di tangannya .
"Belum terlambat !" Senyum mengembang
dari kedua bibir Gina yang merah . Namun Gio hanya merasa sedikit bingung .
"Terlambat untuk apa ?" Tanya Gio yang
semakin penasaran dengan binaran mata Gina yang memancar jelas .
"Apakah kamu benar - benar merindukan Rena ?" Tanya
Gina memastikan .
"Tentu ! Menurutmu apalagi alasanku untuk tetap berada
disini sampai sekarang ?" Jawab Gio pasti .
"Kalau begitu ikut aku !" Gina segera mengambil baju
hangatnya dan berlari menarik tangn Gio dengan kencang menuju mobil . Setelah
mendudukkan gio di jok penumpang , Gina langsung menginjak gas dan menderu
mobil dengan kencangnya . Ia tidak lagi memperdulikan siapapun dan apapun yang
ada dihadapannya bahkan lampu lalulintas yang sedang merah .
"Gina ! Apa kamu gila ??!! Kamu belum punya SIM !" Hardik
Gio .
"Hohoho , ternyata hantu jadul sepertimu tahu juga ya
soal SIM !" Pernyataan Gina cukup membuat Gio sedikit tersinggung .
"Tapi kali ini kamu salah kalau menganggapku sebagai anak jadul juga .
Karena aku adalah remaja 17 tahun yang bisa berbuat apapun diatas Jeep ayahnya
!!! Hahahaha…" Sepintas jawaban Gina itu membuat Gio lantas berfikir kalau
ada yang salah dengan Gina , atau mungkin Gina memanglah orang yang seperti itu
. Namun kini hidupnya ada didalam genggaman wanita aneh ini .
"Gina ! Aku tidak ingin mati untuk yang kedua kalinya
!!!" Pekik Gio .
"Bukankah kamu sudah mati ?" Tanya Gina menantang
Gio .
"Kamu benar – benar Gila !" Teriak Gio untuk yang
terakhir kalinya . Setelah itu Ia diam untuk beberapa saat . Gina hanya tertawa
kecil sambil terus menjaga konsentrasinya pada setir mobil . Hingga akhirnya
mereka sampai didepan rumah sakit . Gina memarkirkan mobilnya ditempat yang
menurutnya aman , lalu kembali menarik tangan Gio bersamanya menuju salah satu
ruangan dirumah sakit itu .
Di ruangan itu sangat sepi . Hanya terdengar suara titik –
titik dari alat pendeteksi jantung . Berbeda sekali dengan suasana hati Gio
yang masih penuh dengan gedebak-gedebuk dan emosi yang memenuhi hatinya . Namun
keributan hatinya perlahan mulai sirna ketika matanya mulai menangkap sosok
seorang wanita tua yang tengah berbaring diatas satu – satunya ranjang pasien
yang ada di ruangan itu . Wanita itu terlihat lemah dengan segala macam
peralatan medis yang cukup canggih yang terpasang ditubuh wanita itu , hingga
Gio sendiri tak mengenali satupun alat – alat itu . Gio seperti mengenal wanita
itu , seolah ia pernah bertemu dengannya , namun ia tidak ingat kapan dan
dimana . Ia masih berusaha keras mengingat siapa wanita itu . Hingga Gina
angkat bicara .
"Itu nenekku . Rena ."
Sontak pernyataan Gina membuat Gio setengah tak percaya ,
seketika hatinya mulai senyap . Matanya kini mulai berkaca pasti . Perlahan
kakinya mulai melangkah mendekati pembaringan wanita itu . Fikirannya terlempar
kedalam sebuah bayangan masa lalunya .
Ketika ia telah benar – benar mendekati tempat tidur itu .
Senyum , air mata dan berbagai rasa berkumpul dihatinya yang tampak samar dari
raut wajahnya . Senang karena akhirnya ia dapat mengakhiri pencahariannya
selama ini . Sedih karena melihat Rena yang tampak tersiksa dengan penyakit
yang tengah dihadapinya saat ini . Gio menatap wajah Rena dalam – dalam .
"Bahkan kamupun masih seperti dulu , tetap tersenyum dalam sakitmu .
" Isak Gio .
"Dia telah lama koma ." Ungkap Gina . Gio mencoba
menoleh , memperhatikan penjelasan Gina . "Lebih dari 5 bulan . Dokter
telah lama pasrah dengan penyakit dan keadaan nenek . Namun ayah tidak mau
menyerah , hingga nenek masih bisa hidup sampai saat ini . "
Tatapan Gio kembali pada Rena . "Rena , bangun . Ini aku
, Gio . Kekasihmu dulu . Aku sangat merindukanmu . Merindukan Renata . Apakan
kamu tidak merindukanku ? Bangun . Aku janji tidk akan meninggalkanmu lagi .
Aku mohon. " Rintihan Gio seolah memberi setitik kejaiban pada tubuh Rena
yang telah lama terkapar dipembaringannya .
Tiba – tiba setetes air mata jatuh dari sudut mata Rena .
Tangannya perlahan mulai bergerak . Melihat itu senyum pun mengembang dari
kedua bibir Gio dan Gina . Gio terus memanggil Rena dan Gina memanggil dokter .
Sesaat dokterpun datang untuk memeriksa Rena . Namun Gio dan Gina tidak diizinkan
mendekat . Mereka dipaksa untuk keluar ruangan .
Tidak brapa lama kemudian dokterpun keluar dengan stetoskopnya
. dengan cepat Gio dan Gina memburu dokter .
"Bagaimana keadaannya , Dok ?" Tanya Gio dan Gina
serempak . (suatu hal yang klasik bukan ?)
"Sungguh suatu
keajaiban yang sangat luar biasa . Setelah berbulan – bulan para dokter disini
pasrah dan menyerah dengan nasib nenek kalian , kini Ia mulai sadar . Tapi
ingat , kondisinya belum stabil , jadi jangan diajak bicara terlalu banyak dulu
. Dan besok tes pemeriksaannya sudah bias diambil di ruangan saya ."
Penjelasan singkat dari Dokter cukup membuat keduanya tenang . Merekapun seolah
tidak percaya . Setelah mengucapkan terimakasih pada sang Dokter , Merekapun
memasuki ruangan .
Mata yang telah berkaca – kacapun telah terpasang di wajah
Rena . Tatapan sendu itu mencoba menangkap bayangan Gina seorang diri . Gina
memang menyuruh Gio untuk masuk belakangan , disaat waktu yang tepat karena ia
tidak ingin membuat neneknya shok . Ia masih tampak lemas . Namun dimatanya ,
masih ada sedikit kebingungan yang tersirat .
"Nenek sudah baikan ?" Tanya Gina membuka percakapan
.
"Ya , sudah lebih baik ." Jawab Rena sembari
celingukan menatap seisi ruangan .
"Nenek mencari sesuatu ?"
"Iya , tadi nenek seperti mendengar sesuatu . Apakah kamu
dating bersama seseorang?" Tanya Rena , masih dengan tatapan bingung .
"Mmmm, sebenarnya , tadi Gina memang dating bersama
seseorang , Nek ." Kepala Gina menoleh keluar endela ruangan , seolah
member isyarat kepada seseorang yang ada dibaliknya .
Tiba – tiba seseorang masuk dari balik pintu . Sesosok lelaki
dengan pakaian rapi dan berjalan dengan hati – hati . Saat ia masuk , Rena
Merasakan getaran aneh dihatinya . Ia sangat terkejut melihat kedatangan
seseorang yang selama ini telah ia nanti . Matanya mulai memerah , seperti ada
sesuatu yang jatuh dari sudut matanya . Itu Gio . Lantas Rena pun menangis tak
percaya .
"Rena ." Seru Gio dengan nada serak .
Dengan sedikit bijak Gina meninggalkan Gio dan neneknya
diruangan itu berdua . Ia ingin memberi kesempatan kepada mereka untuk
menyelesaikan kesalahpahaman yang telah lama menjalar diantara mereka .
"Aku minta maaf , Rena ." Pinta Gio membuka
percakapan .
"Tidak , ini bukan salahmu Gio . Ini semua salahku .
Semua ini berawal ketika orang tuaku menjodohkanku dengan seseorang yang tidak
pernah sekalipun kucintai . Saat orang tuaku tahu bahwa kamu telah lumpuh ,
mereka memaksaku untuk meninggalkanmu dan membawaku ke luar kota . Mereka meberniat
untuk menikahkanku dengan seorang pemuda yang kaya karena berfikir bahwa kamu
tidak akan pernah bisa membahagiakanku karena lumpuh . Namun aku tidak mau
karena aku sama sekali tidak mencintai bahkan menyukainya . Dan akupun nekat
kabur dari rumah dan kembali ke kota ini untuk menemuimu . Tapi aku terlambat ,
saat aku ke rumah orang tuamu aku menemukan kedua orang tuamu sedang bersiap –
siap untuk pindah , dan mereka bilang kamu sudah meninggal . Aku sangat
terpukul . Aku mencoba untuk melakukan hal yang sama denganmu untuk mengakhiri
hidupku dan menemuimu di alam yang berbeda , aku fikir itu akan berhasil , tapi
aku salah . Kakitangan orang tuaku menemukanku dan mengirimku ke luar kota .
Mereka langsung menikahkanku dengan pemuda itu . Aku tetap mencoba bunuh diri ,
namun selalu gagal . Suamiku selalu menggagalkannya , hingga aku dipaksa untuk
tinggal di Rumah Sakit Jiwa selama bertahun – tahun . Semua orang memaksaku
untuk melupakanmu , tapi aku tidak bisa melakukannya . Sampai akhirnya aku
berpura – pura melakukannya dan menerima pemuda itu . Semua kerabatku sangat
gembira . Tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya kebahagiaan mereka menyiksaku .
Dan sampai sekarang aku tidak akan pernah melupakan itu , terutama melupakanmu
. Aku yakin , suatu saat nanti aku akan bertemu denganmu . Tapi aku tidak
menyangka , aku akan bertemu denganmu disini dan dalam keadaan seperti ini ."
Ungkap Rena panjang lebar .
"Tidak ada yang mengetahui rencana Tuhan , kan ?"
Tanya Gio dengan seutas senyum di bibirnya .
"Kamu tidak pernah berubah , Gio ." Jawab Rena .
"Dan kamu sendiri , apa yang telah terjadi padamu sampai kamu begini
?"
"Hmmm , bagaiamana ya ? Sebenarnya aku ingin sekali
menceritakan semuanya padamu sekarang , tapi aku ingin menjadikannya sebuah
kejutan jika kau datang keduniaku ." Seru Gio dengan nada sedikit bercanda
.
"Jadi kamu datang untuk menjemputku ? Oh , baiklah .
Dengan senang hati . Bahkan aku siap ikut denganmu sekarang ."
"Dan meninggalkan malaikat kecil yang selama ini menunggu
– nunggumu disini ?" Tanya Gio seraya menoleh ke balik jendela hingga
tampak sepintas wajah Gina yang sedikit mengintip dari baliknya .
"Tentu tidak , aku akan memberikannya sebuah surat dan
sedikit kado kecil yang mungkin bisa merubah hidupnya ."
"Baiklah , besok malam aku akan menjemputmu . Jadi
bersiaplah untuk kedatanganku ."
"Aku tidak sabar menunggu , Gio ." Sesaat setelah
perbincangan itu , Gio pun terbang , hilang bersama malam . Gina masuk dengan
wajah kebingungan .
"Kamu mencari sesuatu , Gina ?" Tanya Rena mencoba
menebak apa yang ada dipikiran Gina . "Dia sudah pergi , dan besok malam
akan kembali lagi kesini ."
Gina masih terdiam . "Sini , duduk dekat nenek . Nenek
ingin menghabiskan waktu bersama cucu nenek yang paling menyayangi nenek dan
nenek sayangi ." Ucap Rena lembut . Namun kata – kata itu sungguh gersang
ditelinga Gina .
"Menghabiskan waktu ? Apa yang sebenarnya dimaksud nenek
?" Gumam Gina dalam hati . Namun ia lekas melupakannya karena terlanjur
sangat merindukan neneknya . Mereka bercerita sampai pagi . Gina sangat bahagia
. Hingga ia harus kembali pulang untuk bersekolah . Dengan berat hati ia
meninggalkan neneknya , namun Rena hanya melepaskannya dengan senyuman .
"Pergilah , Cucuku . Kelak kamu harus mengejar cita –
citamu dan membuat nenek bangga padamu ." Pesan Rena saat memastikan Gina
keluar dari ruangan itu . Gina yang mendengarnya semakin heran dengan apa yang
tengah difikirkan atau mungkin direncanakan oleh neneknya itu . Namun ia hanya
dapat meninggalkan neneknya dengan semangat untuk menjalankan pesannya . Ia
tidak sabar untuk kembali lagi nanti . Ia berjanji akan membawa kejutan untuk
neneknya .